sebagai manuasia aku mendabakan penerus dari diriku, sebagai bukti eksistensiku dan untuk meneruskan tongkat estafet kehidupan dan nilai kehidupan dari keluargaku. saat yang paling membahagian itu datang pada tahun 2005, dengan dikaruniai seorang anak mungil yang sangat menggemaskan. di lahir menjelang bulan Ramadhan tahun itu.
semua manusia sudah dituliskan garis hidup dan kehidupannya, demikian juga denganku. sebelum anakku lahir, ada sesuatu yang aku rasa beda pada diriku tetapi aku anggap biasa, "ah, ini sudah biasa, mungkin aku kecapean", itu yang slalu aku pikirkan, bahkan pernah saya utarakan dengan istriku, dia pun menganggap sama, cuma dia bilang "biarlah nantikan sembuh kalau sudah istirahat".
hari demi hari waktu tetap melangkah dengan detak detik yang tetap, dan berirama dengan keharmonisan alam, semakin hari aku rasa semakin tebal penyekat hidungku, dan dikala pagi aku ingin muntah, kadang diatara riak ataupun ingus pagiku ada bercak merah tua kental, kadang hanya seperti benang merah muda. namun perjalan hidupku tetap aku jalani seperti biasa, pagi berangkat kerja sore pulang.
di bulan juni istriku pulang kejawa, karena ingin melahirkan di rumahnya dan ingin dekat dengan ibunya, dari rumah istriku aku mampir kerumahku di Cilacap. kakak perempuan pertamaku pun menanyakan "kayaknya suaramua agak aneh, tidak seperti biasanya ?", "iya, lagi pilek nich " kataku masih tetap acuh dengan kondisiku.
sampai di batam pendengaranku agak berkurang, aku pikir " ah, ini karena habis naik pesawat ", saat aku ke klinik periksa pun tak ada yang aneh kata suster di in house klinik perusahaan tempat aku bekerja. karena aku kini sendiri jadi lebih banyak waktu untuk memikirkannya dan sempat aku diskusikan dengan istriku lewat telpon untuk periksa malah dia takut kalau nanti ketahuan malah jadi ngeri, aku pun menyadari istriku lagi hamil tua jangan sampai ada hal atau sesuatu yang dapat mempengaruhi psikologi dan kondisi kandungannya.
tapi irama dan denting alam tlah memberi tanda pembukaan pertunjukan akan segera dimulai di panggung sandiwara yang fana ini, saat aku repair mesin darah kental meluncur tanpa dapatku bendung dari hidungku, tapi itu masih aku anggap hal biasa, setelah istirahat di klinik sebentar dan hidungku sudah mampat tidak mimisan lagi, aku lanjutkan kerjaku.
bahkan waktu itu aku sempat menulis sebuah kata dalam hatiku, kalau ndaksalah kuberi nama file "si hidung bengkok", berisi tentang kondisiku, harapanku akan kelahiran anakku dan permohonan maaf bila aku banyak salahnya. file itu aku simpan di komputer kerjaku, bila datang waktunya untuk dibuka biarlah dia yang bercerita tentang diriku.
pada akhirnya hari senin tanggal 12 september 2005 jam 11.45 aku dapat telpon dari istriku, dengan nada bergetar "anak kita sudah lahir, laki-laki", Mahasuci Allah, Sgala puji bagi Allah. aku langsung minta ijin cuti cari tiket dan pulang hari itu juga, aku ingin cepat melihat anakku yang tlah lama aku tunggu. jam 10 malam aku sampai juga di klinik tempat istriku melahirkan.
hampir dua minggu aku dijawa, melepas rindu dan harapanku pada sikecil "dimas". setelah semua acara kelahiran, pemberian nama dan syukuran akhikoh selesai aku balik lagi ke batam dengan penuh kebahagiaan. Akhirnya aku masih bisa melihatnya lahir, aku masih diberinya waktu. sebegitu dalam rasa yang bergemuruh didadaku, dan kupendam mual dan amis yang kurasakan, senyum menghias dan meneggelamkannya dari wajahku, ini hari bahagia biar semua ikut bahagia.
Ramadhan tahun itu menambah sahdu dalam hatiku kekhusuan terasa merasuk dalam dada, denting alam kedua bersnadung rindu, belaian alam memikat hatiku, hangat menyelimuti dan mengalir dalam setiap aliran darahku, itulah saat ramadhan terindah bagiku, saat itu aku ingin melunasi hutang-hutangku, sampai aku minta ijin istriku untuk tidak mengirim THR tahun itu hanya untuk menyelesaikan semua kewajibanku. Koperasi yang aku pegang aku serahkan pada semua anggota, majalah dari majlis taklim aku serahkan pada pengurus yang lain. sepertinya aku tlah siap tuk mlanjutkan perjalananku pada pelabuhan selanjutnya, bahkan saat aku di masjid Nurul Islam muka kuning, di waktu kultum Subuh utusanNya menghampiriku walau hanya sekecap mata memandang tetapi begitu nyata yang kurasakan(walaupun hingga saat ini aku takdapat memastikanya siapa yang tlah menghampiriku saat itu).
peristiwa dan kejadian yang ku alami, begitu beraturan bagai sebuah sinetron dalam hidupku, yah inilah sinetron hidupku yang diiringi dengan alunan nada alam, Tiada Yang Lebih berkuasa dari-Nya, Yang Maha Kuasa.
(dilanjutkan)
Comments :
Post a Comment